Kemenkes Klaim Bank Dunia Ingin Kucurkan Rp 75 untuk Bangun RS Ginjal, Paru Cs

Majikanpulsa.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa Bank Dunia telah disetujui untuk memenuhi pembayaran rumah sakit kronis di Indonesia. Biaya yang dibutuhkan minimal US$5 miliar atau setara Rp75 triliun. Budi juga menyarankan agar pemerintah daerah membagi anggaran untuk kesehatan menjadi dua untuk membangun rumah sakit dan alat kesehatan serta untuk pengabdian masyarakat.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa Bank Dunia telah disetujui untuk membayar rumah sakit kronis di Indonesia dengan biaya minimal US$5 miliar atau setara Rp75 triliun. Dia juga menyarankan agar anggaran pemerintah daerah dibagi menjadi dua, untuk membangun rumah sakit dan alat kesehatan serta untuk pengabdian masyarakat.

[ad_1]

Jakarta, CNNIndonesia

Menteri Kesehatan (Kemenkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pihaknya telah menyetujui Bank Dunia untuk memenuhi pembayaran rumah sakit kronis di Indonesia.

Menurut dia, biaya yang dibutuhkan minimal US$5 miliar atau setara Rp75 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu) untuk membangun rumah sakit jantung, ginjal, paru-paru, dan kanker.

“Kurang lebih kita membutuhkan US$5 miliar untuk seluruh Indonesia,” kata Budi dalam rapat Komisi IX DPR RI, Rabu (8/2).

“Kami sudah deal dengan Bank Dunia. Kami sudah mencari dana, pinjaman, sudah menandatangani Blue Book Bappenas bulan ini dan Green Book bulan depan sampai 2027 selesai,” lanjutnya.

Ini membandingkan nilai proyek ini dengan dana yang dikumpulkan untuk pembelian Freeport. Kini, menurut dia, pemerintah bisa mengumpulkan US$4 miliar dalam dua bulan untuk membeli Freeport. Karena itu, Budi menilai, dana Rp 60 triliun seharusnya tidak bisa digunakan untuk membangun rumah sakit.

“Teman-teman bilang itu terlalu besar, saya kira tidak karena kita butuh pendataan (pembelian) Freeport butuh US$ 4 miliar, kita bisa mendapatkan uangnya dalam 2 bulan. Itu harus selesai,” ujarnya.

Apalagi, proyek rumah sakit kronis ini rencananya akan selesai pada 2027. Meski dirinya sendiri belum menjabat sebagai Menteri Kesehatan, ia berharap rumah sakit kronis ini bisa terus mendapat perhatian.

Pihaknya menetapkan target agar nantinya standar pelayanan kesehatan bisa merata di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota. Apalagi menurutnya, keberadaan rumah sakit, dokter spesialis, dan alat kesehatan yang mumpuni sangat dibutuhkan di setiap daerah.

Budi mencontohkan, seseorang yang terkena penyakit jantung bisa terselamatkan dalam waktu empat jam. Artinya, pasien jantung butuh penanganan cepat. Sedangkan semakin lama penanganan semakin berkurang jumlahnya.

Secara umum, ada kemungkinan 80 persen untuk pasien jantung dengan pengobatan empat jam. Kemudian, di atas empat jam turun menjadi 10 persen, dan di atas 12 jam hanya 5 persen peluangnya bagus.

“Jadi kalau serangan jantung empat jam pasti bisa kalau bisa 1-2 jam. Artinya kita mau serangan jantung dipasang stent maksimal 4 jam. Itu urusan kabupaten/kota, tidak mungkin untuk provinsi,” katanya.

Budi juga menyarankan agar ke depan anggaran pemerintah daerah untuk kesehatan dibagi menjadi dua. Pertama, kebutuhan pembangunan rumah sakit, alat, dan dokter spesialis. Kedua, untuk pengabdian masyarakat.

“Jadi ada BPJS, mereka minta situsnya dilengkapi. Orang bisa akses, tapi kalau suplai situsnya tidak ada, ‘Saya kena serangan jantung Pak, punya BPJS’. Iya, tapi rumah sakitnya tidak ada. dan tidak ada dokter, itu masalahnya,” katanya.

[Gambas:Video CNN]

(cfd/dzu)


[Gambas:Video CNN]


[ad_2]

#Kemenkes #Klaim #Bank #Dunia #Ingin #Kucurkan #untuk #Bangun #Ginjal #Paru Kemenkes Klaim Bank Dunia Ingin Kucurkan Rp 75 untuk Bangun RS Ginjal, Paru Cs

Source: www.cnnindonesia.com