Majikanpulsa.com – Gus Miftah menyelesaikan tesisnya untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Agama Islam dari Unissula. Sesi skripsi terbukanya dipusatkan di Auditorium Unissula dan diapresiasi oleh LEPRID karena mencetak rekor baru sebagai Sidang Tesis Terbuka yang paling banyak dihadiri. Tesis yang dibuat berdasarkan realitas sosial membahas tentang pendidikan Islam berwawasan kebangsaan. Gus Miftah mengatakan argumen ini kontra narasi bagi mereka yang mengatakan cinta Indonesia tanpa argumen. Dia mengajak untuk menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan, miliki rasa kebersamaan sebagai bangsa untuk menuju masa depan yang lebih baik.
Gus Miftah menyelesaikan tesisnya untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Agama Islam dari Unissula. Sesi skripsi terbukanya dipusatkan di Auditorium Unissula dan diapresiasi oleh LEPRID. Tesisnya membahas tentang pendidikan Islam berwawasan kebangsaan. Gus Miftah mengajak untuk menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan, miliki rasa kebersamaan sebagai bangsa untuk menuju masa depan yang lebih baik. Dia juga mengutip hadits Nabi tentang cinta tanah air.
[ad_1]
JawaPos.com – Tokoh agama Gus Miftah menyelesaikan tesisnya yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana program studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Senin (6/2) lalu.
Menariknya, sesi skripsi yang digelar terbuka untuk umum yang dipusatkan di Auditorium Unissula ini diapresiasi oleh LEPRID karena mencetak rekor baru sebagai Sidang Tesis Terbuka yang paling banyak dihadiri. Penghargaan ini diberikan setelah Gus Miftah selesai melakukan konferensi tesis.
Pemilik nama lengkap Miftah Maulana Habiburrahman ini berhasil mempertahankan tesisnya di hadapan dosen penguji yang dipimpin Prof Dr Gunarto SH MH. Tesis berjudul ‘Pendidikan Islam Berwawasan Kebangsaan Berlandaskan Al Mizah dan Al Miftahiyyah.’
Gus Miftah mengatakan judul skripsi ini dibuat berdasarkan realitas sosial bahwa masih banyak umat Islam di Indonesia yang memiliki pemahaman agama yang salah. Menganggap mencintai Indonesia berarti tidak percaya, Pancasila sesat, menghormati bendera merah putih adalah ilegal, hingga imajinasi mengubah negara Indonesia menganut sistem khilafah.
“Ada ustaz yang bilang Pancasila itu sesat, cinta tanah air itu kafir, kita lebih cinta kota Madinah,” kata Gus Miftah dalam sidang skripsi yang dihadirinya, sesuai video yang diterimanya. JawaPos.com, Jumat (10/2).
Salah satu pimpinan pesantren di Jogjakarta merasa aneh ada orang yang tidak cinta tanah airnya sendiri padahal tinggal di Indonesia. “Cinta banyak orang untuk negara mereka tidak berdasar. Tapi lucunya ketika Palestina diserang oleh Israel, dia akan menjadi orang pertama yang membela Palestina. Untuk mencintai negara sendiri tidak perlu argumen, tetapi untuk mencintai negara lain tidak perlu argumen,” katanya.
Oleh karena itu, Gus Miftah merasa perlu hadirnya pendidikan Islam berwawasan kebangsaan untuk melakukan kontra-narasi terhadap pemahaman dangkal sebagian orang yang memandang agama dan negara demokrasi seperti Indonesia saling bertentangan.
“Pendidikan Islam berwawasan kebangsaan merupakan proses dalam rangkaian pandangan yang mencerminkan sikap dan kepribadian yang memiliki rasa cinta tanah air,” jelas Gus Miftah.
Untuk membuktikan bahwa cinta tanah air sejalan dengan ajaran Islam, Gus Miftah kemudian menuliskan hadits Nabi pada saat hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah. “Ketika Nabi diusir dari kota Mekkah, beliau harus hijrah. Ketika Nabi hendak meninggalkan kota Mekkah, beliau memandang kota Mekkah. ‘Wahai kota Mekkah, aku bersumpah demi Allah engkau adalah bumi yang paling aku cintai. Jika saya tidak tertindas sekarang, saya tidak akan meninggalkan kalian’,” ujar Gus Miftah membacakan artikel dari hadits yang dikutip.
“Begitu dia sampai di kota Madinah, dia mengangkat tangannya dan berdoa. ‘Ya Allah, berilah aku cinta kota Madinah sebagaimana aku mencintai kota Mekkah lebih dari itu'” Gus Miftah membacakan artikel dari hadits yang dikutipnya.
Menurutnya, dua hadits yang dikutip itu seharusnya cukup menggambarkan pentingnya cinta tanah air sebagaimana Nabi berusaha mencintai Madinah, kota yang ditempatinya selama hijrah.
“Argumen ini kontra narasi bagi mereka yang mengatakan cinta Indonesia tanpa argumen apapun. Junjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan, miliki rasa kebersamaan sebagai bangsa untuk menuju masa depan yang lebih baik,” ujarnya.
“Dalam konteks pendidikan diarahkan untuk menjadi hamba Allah dan dekat dengan-Nya. Sebab, semakin dia mengenal tanah airnya, semakin dia takut,” tambah Gus Miftah.
[ad_2]
#Sidang #Skripsi #Gus #Miftah #mendapatkan #penghargaan #LEPRID #Award Sidang Skripsi, Gus Miftah mendapatkan penghargaan LEPRID Award
Source: www.jawapos.com