Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus, Bagaimana Biaya Peserta?

Majikanpulsa.com – Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa tarif iuran peserta BPJS Kesehatan tidak akan naik meski sistem kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus secara bertahap hingga 2025. Konsekuensinya pasti akan mempengaruhi neraca kesehatan dan jaminan sosial yang dikelola BPJS Kesehatan. Uji coba implementasi KRIS di 14 rumah sakit telah dilakukan Kemenkes. Hasilnya, BPJS Kesehatan masih surplus sampai 2024, tapi defisit baru terjadi pada 2025.

[ad_1]

Jakarta, CNBC Indonesia – Penghapusan sistem BPJS Kesehatan kelas 1, 2, dan 3 secara bertahap mulai tahun ini hingga 2025 ternyata tidak membuat tarif iuran peserta naik.

Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memastikan tarif iuran peserta selama ini masih sama dan tidak akan ada perubahan nominal meski kelas pengobatan standar (KRIS) akan diterapkan mulai tahun ini.

“Jawaban saya sama, kenyataannya seperti itu,” kata Ali Ghufron saat ditemui di kawasan DPR, Jakarta, seperti dikutip Senin (13/2/2023).

Ali Ghufron menilai konsekuensi tidak adanya perubahan tarif hingga 2024, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pasti akan mempengaruhi neraca kesehatan dan jaminan sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Hingga 2023, dana tersebut tercatat surplus Rp 56,5 triliun.

“Yang jelas BPJS sudah berpengalaman, jadi strateginya pasti dijalankan, tapi yang jelas sudah dihitung kurang, defisit 2024. Defisit 2025 lebih besar,” kata Ali Ghufron.

Karena akan berefek langsung kepada DJS, Ali Ghufron mengharapkan implementasi KRIS dilakukan secara bertahap dan berdasarkan hasil evaluasi uji coba implementasi di 14 rumah sakit yang telah dilakukan Kemenkes.

“Kalau BPJS mau bertahap, bertahap akan melihat realita, sesuai realita itu persiapan seperti apa yang dilakukan agar masyarakat tidak dirugikan,” ujarnya.

Dewan Jaminan Sosial (DJSN) sebelumnya telah mengumumkan hasil perhitungan penerapan standar sistem kelas rawat inap (KRIS) yang akan meniadakan kelas 1, 2, dan 3. Penerapan ini dinilai tidak membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit. sampai tahun 2024.

DJSN Mickael Bobby Hoelman mengatakan, uji coba ini dilakukan tanpa mengubah tarif iuran peserta BPJS Kesehatan yang sudah ada, serta mempertimbangkan seluruh pengeluaran dan penerimaan proyek, serta tarif kapitasi yang baru.

“Setelah pemberlakuan tarif 2023 masih menunjukkan angka positif, apalagi sampai tahun 2024,” kata Bobby saat mendengar pendapat Komisi IX di Jakarta, Kamis (9/2/2023).

Bobby mengatakan, kajian dampak penerapan KRIS terhadap dana jaminan sosial kesehatan juga menggunakan medical loss ratio atau rasio klaim dan masuk dalam posisi keuangan BPJS Kesehatan pada Desember 2023 yang surplus Rp 56,5 triliun. .

Dari kajian tersebut, simulasi menggunakan tarif kelas yang berlaku antara kelas 2 dan kelas 3 untuk layanan fasilitas kesehatan KRIS, sedangkan faskes non-KRIS masih sesuai dengan kelas peserta. Akibatnya, BPJS Kesehatan pada 2023 masih surplus Rp 42,49 triliun, pada 2024 surplus Rp 20,79 triliun, dan baru defisit Rp 12,3 triliun pada 2025.

Simulasi kedua menggunakan acuan tarif kelas 2 untuk layanan fasilitas KRIS, sedangkan fasilitas kesehatan non KRIS masih sesuai kelas peserta. Hasilnya sama untuk 2023 dengan surplus Rp 42,49 triliun. Namun pada 2024 hanya Rp 17,41 triliun dan defisit baru Rp 23,27 triliun pada 2024.

“Menunjukkan bahwa KRIS JKN dapat diterapkan secara bertahap dengan kesinambungan dan kesiapan serta penerimaan terutama dari pihak peserta,” ujar Bobby.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel berikutnya

Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Ingin Dihapus, DPR Minta Menkes!

(mi/mi)


[ad_2]

#Kelas #BPJS #Kesehatan #Dihapus #Bagaimana #Biaya #Peserta Kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan Dihapus, Bagaimana Biaya Peserta?

Source: www.cnbcindonesia.com