Majikanpulsa.com – Klitih di Yogyakarta, tindak kekerasan jalanan yang dimaknai sebagai aktivitas mengembara, terjadi pada Rabu, 8 Februari 2023. Pemuda menggunakan benda tajam untuk menyerang korban. Hal ini disebabkan oleh instruksi Walikota Yogyakarta yang melarang berkelahi dan perasaan membutuhkan pengakuan akan keberadaan, identitas, dan gengsi. Pemkot kembali memberlakukan jam malam.
[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Acara praktik selalu terkejut. TKP terbaru terjadi di kilometer nol Yogyakarta pada Rabu, 8 Februari 2023. Sekelompok pemuda menggunakan celurit untuk menyerang korbannya. Acara ini menambahkan daftar tindakan baru Yogyakarta.
Melihat Jogja
1. Artinya jelas
Pada dasarnya, bahasa klitik berasal dari bahasa Jawa. Klitih tidak mengacu pada makna negatif. Kata kerja ini digunakan untuk menggambarkan aktivitas mengembara atau mencari angin. Namun makna kletih sekaram dimaknai sebagai tindak kekerasan jalanan. Pelaku menggunakan benda tajam untuk menikam korban.
“Klitih sebenarnya kegiatan yang mengisi waktu luang secara positif, tetapi ketika diadopsi oleh remaja, mereka melakukannya,” kata Soeprapto, Soeprapto, sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada pada 15 Januari 2023.
2. Penyebab terjadinya perbuatan
Pada tahun 2007, Walikota Yogyakarta saat ini, Herry Zudianto, memberikan arahan kepada sekolah-sekolah. Jika ada siswa yang berpartisipasi dalam perkelahian, mereka akan dikeluarkan. Menurut Soeprapto, alih-alih bertindak, instruksi itu justru menguji gerak-gerik siswa untuk mencari musuh.
Untuk menghindari perkelahian, dia pergi mencari korban secara acak di jalan. “Karena dilarang berkelahi, gerombolan berkeliaran di jalanan kota secara acak mencari musuh,” kata Soeprapto.
3. Motifnya jelas
Menurut Soeprapto, aksi tersebut bukan hanya karena faktor balas dendam. Namun, geser upaya untuk menemukan musuh untuk menunjukkan ekskresi. Anggota geng akan diakui sebagai anggota setelah dapat bergabung dengan korban. Demi keberadaan, dia berani menyerang untuk menyakiti korban.
“Korban yang menjadi target kejahatan tidak bisa diketahui karena sifatnya random alias siapa saja bisa jadi korban,” kata Soeprapto.
4. Pengakuan
Laporan penelitian Tinjauan Kriminologis atas Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Pelanggar Berat menjelaskan, penyebab utama dari tindakan tersebut adalah perasaan membutuhkan pengakuan akan keberadaan, identitas, dan gengsi. Tidak jarang remaja mengalami krisis identitas secara psikologis. Pada fase pencarian jati diri ini, remaja mengalami sistem pengendalian diri yang lemah. Akibatnya, tidak mungkin untuk membedakan perilaku.
Pilihan redaksi: Pasca Kekerasan Jalanan di Titik Nol Yogyakarta, Pemkot kembali memberlakukan Jam malam
Selalu perbarui info Anda. Lihat berita terhangat dan berita pilihan dari Tempo.co di saluran Telegram “http://tempo.co/”. klik https://t.me/tempodotcoupdate bergabung. Anda perlu menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu.
[ad_2]
#Sorotan #Aksi #Klitih #Jogja 4 Sorotan Aksi Klitih Jogja
Source: nasional.tempo.co